CORONARY ARTERY BYPASS
GRAFT (CABG)
RUANG 305
Deni Nurul Khikmawati (111 0711 062)
Muhamad Robby Rohim (111
0711 074)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya
yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)”. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Sistem
Kardiovaskuler II. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang terlibat secara langsung
maupun yang tidak.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang kami
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para
pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Jakarta Selatan, Oktober 2012
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Penyakit arteri koroner
adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri yang menyalurkan
darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup
oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut
angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali,
akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).
Untuk mengatasi keadaan tersebut
maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan cara melakukan operasi
bypass arteri koroner yang merupakan jenis operasi dimana darah dilewati
sekitar arteri tersumbat sehingga aliran darah dan oksigen ke jantung
meningkat.
Operasi ini juga dirujuk ke CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting). Arteri koroner bertanggung jawab untuk
membawa darah ke otot jantung. Kadang-kadang bisa tersumbat arteri atau
penyumbatan oleh plak dan bahan lemak lainnya. Ini akhirnya memperlambat
sumbatan aliran darah atau dapat menghentikan aliran darah sepenuhnya.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
Umum
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui mengenai bagaimana
pemasangan dan asuhan keperawatan bypass arteri koroner.
Tujuan
Khusus
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui:
1. Definisi
dari bypass arteri koroner
2. Bagaimana
pemasangan bypass arteri koroner
3. Serta
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan bypass arteri
koroner
BAB II
CORONARY ARTERY BYPASS
GRAFT (CABG)
1.
Definisi
Coronary
Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi dari
Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati
arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Feriyawati, 2005)
2.
Indikasi
a. Angina
yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis.
b. Angina
yang tidak stabil
c. Sumbatan
yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA (Percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty).
d. Sumbatan/
Stenosis arteri koroner kiri ≥ 70%
e. Klien
dengan komplikasi kegagalan PTCA
f. Pasien
dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel disease) dengan angina
stabil atau tidak stabil dan pada klien dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan
angina stabil atau tidak stabil dan lesi proksimal LAD yang berat.
3.
Kontra
indikasi
Sumbatan
pada arteri < 70% sebab jika sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70%
maka aliran darah tersebut masih cukup banyak, sehingga mencegah aliran darah
yang adekuat pada pintasan. Akibatnya, akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga
hasil operasi menjadi sia-sia (Muttaqin, 2009).
4.
Komplikasi
CABG
a. Posperfusion
sindrom. Kerusakan sementara pada neurokognitif, namun penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih
merupakan konsekuensi dari penyakit vaskuler
b. Non
union pada sternum
c. Infark
miokard akibat emboli, hipoperfusi atau kegagalan cangkok
d. Stenosis
pada cangkokan terutama yang menggunakan vena saphena akibat aterosklerosis
sehingga menyebabkan angina atau infark miokard
e. Gagal
renal akut akibat emboli atau hipoperfusi.
f.
Stroke sekunder
terhadap emboli atau hipoperfusi
5.
Prosedur
pelaksanaan CABG
a.
Persiapan sebelum
pelaksanaan CABG.
1) Persiapan
pasien:
a) Informed
concern
b) Obat-obatan
pra operasi: aspirin, nitrogliserin, nifedipin, diltiazem
c) Pemeriksaan
laborat lengkap terutama Hb, Hematokrit, jumlah lekosit, kadar elektrolit, faal
hemotasis, foto torak,ECG terbaru serta tes fungsi paru-paru (vital capacity)
d) Persiapan
darah 6-10 bag sesuai golongan darah pasien
e) Puasa
malam 10-12 jam
f) Cukur
area pembendahan
g) Lepaskan
perhiasan, kontak lensa, mata palsu, gigi palsu (identifikasi, dan simpan yang
aman atau berikan keluraganya.
h) Cek
benda-benda asing dalam mulut.
2) Persiapan
alat dan bahan penunjang operasi
a) Bahan
habis pakai (spuit, masker, jarum, benang dll)
b) Alat
penunjang kamar operasi
c) Linen
set : 3 set
d) Instrument
dasar : 1 set dasar bedah jantung dewasa
e) Instrumen
tambahan : 1 set tambahan bedah jantung
f) Intrumen
AV graft : 1 set
g) Instrument
mikrocoroner : 1 set
h) Instrument
kateter : 1 set
b. Pelaksanaan
CABG
1) Pemasangan
CVP pada vena jugularis dekstra atau vena subklavia dekstra, arteri line dan
saturasi oksigen
2) Pasien
dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi
3) Pasang
kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan dibawah femur kiri pasien dan
diplester
4) Pasang
plate diatermi di daerah pantat /pangkal femur bawah
5) Posisi
pasien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan kanan badan dan diikat
dengan duek kecil, dibawah punggung tepat di scapula diganjal guling kecil.
6) Bagian
lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan pengambilan graft vena
7) Menyuntikkan
agen induksi untuk membuat pasien tidak sadar
8) Petugas
anestesi memasang ETT memulai ventilasi mekanik.
9) Melakukan
desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari batas dagu dibawah bibir kesamping
leher melewati mid aksila samping kanan kiri, kedua kaki sampai batas malleolus
ke pangkal paha (kedua kaki diangkat) kemudian daerah pubis dan kemaluan
didesinfeksi terakhir selnjutnya didesinfeksi dengan larutan hibitan 1% seperti
urutan tersebut diatas dan dikeringkan dengan kasa steril.
10) Dada
dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator mulai memeriksa jantung
11) Pembuluh
darah yang sering digunakan untuk bypass grafting ini antara lain; arteri
thoracic internal, arteri radial, dan vena saphena. Saat dilakukan pemotongan
arteri tersebut, klien diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah.
12) Pada
operasi “off pump”, operator menggunakan alat untuk menstabilkan jantung.
13) Pada
operasi “on Pump”, maka ahli bedah membuat kanul ke dalam jantung dan
menginstruksikan kepada petugas perfusionist untuk memulai cardiopulmonary
bypass (CPB). Setelah CPB terpasang, operator ditempat klem lintas aorta
(aortic cross clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan perfusionist untuk
memasukkan cardioplegia untuk menghentikan jantung.
14) Ujung
setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri koronaria diluar daerah yang
diblok dan ujung alin dihubungkan pada aorta.
15) Jantung
dihidupkan kembali; atau pada operasi “off pump” alat stabilisator dipisahkan.
Pada beberapa kasus, aorta didukung sebagian oleh klem C-Shaped, jantung
dihidupkan kembali dan penjahitan jaringan grafting ke aorta dilakukan sembari
jantung berdenyut.
16) Protamin
diberikan untuk memberikan efek heparin
17) Sternum
dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali.
18) Pasien
akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk penyembuhan. Setelah
keadaan sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), pasien bisa dipindah ke ruang
rawat samapi pasien siap untuk pulang.
6.
Jenis
Arteri dan Vena Yang Di Cangkok
Arteri
dan vena yang dipakai sebagai cangkok (graf)/ saluran (conduit)
Internal Mammary Artery (IMA), vena saphena, arteri radialis, arteri gastroepiploic, arteri epigastrik inferior (Sethares, 2008).
Internal Mammary Artery (IMA), vena saphena, arteri radialis, arteri gastroepiploic, arteri epigastrik inferior (Sethares, 2008).
7.
Saluran
sintetik
Dacron
tube, polytetrafluoroethylene (PTFE) tube, polyglycolic acid tube (Sethares,
2008).
8.
Pengkajian
pasien
a. Identitas
pasien: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, diagnose
medis, tanggal dan jam MRS, tanggal dan jam pengkajian
b. Keluhan
utama: nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, pingsan
c. Riwayat
penyakit sekarang: pasien mengeluh nyeri, sesak nafas,palpitasi, pingsan
d. Riwayat
penyakit dahulu: kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat
penyembuhan luka dan predisposisi infeksi. Hipertensi dan obesitas meningkatkan
beban kerja jantung. Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan
adiposa mengandung sedikit vaskularisasi.
e. Riwayat
penyakit keluarga: riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga seperti DM,
hipertensi, penyakit jantung koroner.
f. Riwayat
psikologis: pasien yang akan dilakukan CABG dapat mengalami kecemasan sampai
ketakutan akan kematian.
g. Pengkajian
dan perawatan preoperasi
1) Status
psikologi: cemas
2) Status
klinik: nyeri dada, Ã nitrogliserin SL/ transdermal
3) Riwayat
penyakit dahulu: kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat
penyembuhan luka dan predisposisi infeksi. Hipertensi dan obesitas meningkatkan
beban kerja jantung. Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan
adiposa mengandung sedikit vaskularisasi.
4) Pemberian
antibiotic profilaksis: mencegah infeksi
5) Tanda-tanda
vital: tekanan darah bilateral, nadi, suhu, RR
6) Observasi
adanya shivering : menggigil (Shivering) dapat meningkatkan pelepasan
katekolamin à jaga pasien tetap hangat dengan memberi
selimut
7) Thorak
foto: dapat memberikan informasi mengenai ruang jantung, aorta torakal,
pembuluh darah pulmonal. Pada pasien dengan kalsifikasi aorta asendens yang
luas maka dihindari penggunaan klem pembuluh darah aorta atau cardiopulmonary
bypass.
8) Ekokardiografi:
untuk evaluasi fungsi ventrikel sebelum dan segera setelah operasi, untuk
mengetahui adanya tumor, thrombus atau udara yang masih ada di rongga atrium
atau ventrikel setelah intervensi bedah jantung.
9) Kateterisasi
jantung: untuk mengetahui lokasi dan luasnya arteri yang menyempit/tersumbat.
10) Laboratorium:
DL, profil koagulan, Faal Homeostasis, Renal Fungsi Tes, Liver Fungsi Tes.
11) Edukasi:
melatih batuk efektif dan nafas dalam
h. Keperawatan
intraoperasi
1) Posisi
: supin,
2) Pengkajian:
monitoring EKG, tanda –tanda vital, menyiapkan defibrillator. Jika jantung
fibrilasi dan tidak dapat diresusitasi maka segera dilakukan pijatan langsung
pada jantung.
3) Insisi
: median sternotomy. Kulit diinsisi dari sternal notch sampai ke linea alba
dibawah prosesus xipoidius.
4) Pemilihan
saluran (conduit): arteri mamaria interna, vena saphena, arteri radialis,
arteri gastroepiploik, arteri epigastrik inferior.
5) Pintasan
jantung paru : pada pendekatan ini kanula dimasukkan melalui atrium kanan ke
vena kava superior dan inferior untuk mengalirkan darah dari tubuh ke system
pintasan. System pompa menciptakan vakum,menarik darah ke reservoir vena; darah
dibersihkan dari gelembung udara, bekuan darah dan partikulatnya dengan filter.
Darah kemudian dialirkan ke oksigenator, melepaskan karbondioksida dan mendapat
oksigen. Darah ditarik ke pompa dan kemudian didorong ke penukar panas, dimana
temperaturnya diatur, dan kemudian dikembalikan ke tubuh melalui aorta asendens
(Smeltzer, 2002).
6) Peran
perawat: membantu prosedur operasi, menjaga keamanan dan kenyaman pasien. Ruang
lingkup intervensi diantaranya mengatur posisi, perawatan kulit, dukungan
emosional pada pasien dan keluarga.
7) Komplikasi
intraoperatif yang mungkin terjadi: aritmia, perdarahan, infark miokard, cedera
pembuluh darah otak, emboli, syok.
I. Keperawatan
post operasi
1) Pengkajian
a. Status
neurologi: tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya,
reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b. Status
jantung: frekuensi dan irama jantung, CVP, curah jantung, tekanan arteri paru,
PAWP, saturasi oksigen arteri paru, drainase rongga dada, status serta fungsi
pacu jantung.
c. Status
respirasi: gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume
tidal, konsentrasi oksigen, mode)
d. Status
pembuluh darah perifer:denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa,
bibir dan cuping telinga, suhu, edema, kondisi balutan dan pipa invasive.
e. Fungsi
ginjal: haluaran urine, berat jenis urin dan osmolaritas
f. Status
cairan dan elektrolit: intake dan output, nilai laboratorium untuk kalium,
natrium, calcium
g. Nyeri:
sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesic. Pasien yang menjalani
CABG dengan arteri mamaria interna dapat mengalami parestesis sementara atau
menetap nervus ulnarispada sisi yang sama dengan graf yang diambil. Pasien yang
menjalani CABG dengan arteri gastroepiploik juga dapat mengalami ileus selama
beberapa waktu dan akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri
dada.
2) Pengkajian
komplikasi:
a. Penurunan
curah jantung: penyebabnya antara lain; gangguan preload, gangguan afterload,
gangguan frekuensi jantung, gangguan kontraktilitas.
b. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit: panatau asupan dan haluaran cairan, kadar
elektrolit
c. Gangguan
pertukaran gas: indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas, sianosis pada
selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia, berusaha melepas ventilator.
Suara nafas ronki.
d. Gangguan
peredaran darah otak: hipoksia
ASUHAN KEPERAWATAN POST
CABG
1.
Pengkajian
DATA
SUBJEKTIF
|
DATA
OBJEKTIF
|
|
|
Data
yang perlu dikaji :
- Data Subjektif
- Data Objektif
2.
Diagnosa
Keperawatan
DATA FOKUS
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
DS :
DO :
|
Resiko/actual
penurunan curah jantung
|
Kehilangan
darah dan gangguan miokardium, gangguan preload (hipovolemia), gangguan
konduksi (aritmia)
|
DS :
DO :
|
Gangguan pertukaran gas
|
Kongesti
paru
|
DS :
DO :
|
Nyeri
|
Luka
insisi
|
3.
Intervensi
DX
|
TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
1
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan :
- Tanda-tanda
Vital :
Tekanan Darah : 100/60 – 130/80
mmHg
RR : normal (12-20 X/menit),
drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama < 300 cc.
Suhu normal (36-370C),
- Asupan
dan haluaran sesuai, nadi normal (60-100x/menit) tidak ada disritmia)
- Produksi
urine 0,5-1 cc/kgBB/jam
- CRT
< 2 detik,
|
MANDIRI
1. Catat
dan pantau HR, TD, RR terutama adanya hipotensi, waspadai penurunan
sistol/diastole.
Rasional:
hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan, disritmia, gagal
jantung/syok.
2. Pantau
irama jantung, disritmia. Observasi respon pasien terhadap disritmia contoh
penurunan tekanan darah.
Rasional: letal disritmia dapat menyebabkan penurunan curah jantung
3. Observasi
perubahan status mental/orientasi/gerakan reflex tubuh/ gelisah.
Rasional:
dapat mengindikasikan penurunan aliran darah otak akibat penurunan curah
jantung.
4. Catat
suhu kulit dan kualitas nadi perifer.
Rasional:
kulit hangat, merah muda dan nadi kuat adalah indikasi curah jantung adekuat.
5. Ukur
dan catat asupan dan haluaran cairan
Rasional:
berguna dalam menentukan kebutuhan cairan atau mengidentifikasi kelebihan cairan
yang dapat mempengaruhi curah jantung.
6. Observasi
adanya infark miokard melalui pemeriksaan EKG berkala
Rasional:
gejala bisa tertutup oleh tingkat kesadaran pasien dan obat anti nyeri.
7. Observasi
perdarahan, drainase darah terus-menerus, CVP rendah, takikardia.
Rasional: perdaraha dapat terjadi akibat insisi jantung, trauma jaringan,gangguan pembekuan.
8. Observasi
adanya gagal jantung: hipotensi, peningkatan PAWP, CVP dan tekanan atrium
kiri, takikardia, gelisah, sianosis, distensi vena, dipsnea, asites.
Persiapkan pemberian diuretik dan digitalis.
Rasional:
gagal jantung yang terjadi akibat penurunan aksi pompa jantung; dapat
menurunkan perfusi ke organ vital.
|
2
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan :
- Klien
melaporkan tidak adanya/ penurunan dipsnea,
- Rr
= 12-20 x/menit
- Nilai
gda dalam rentang normal (ph: 7,35-7,45 ; po2= 95-100% ; paco2= 35-45 mmhg)
|
MANDIRI
1.
Auskultasi bunyi
nafas, catat bunyi nafas (ronki)
Rasional:
ronki dapat menjadi indikasi kongesti paru.
2.
Kolaborasi pemebrian
oksigen
Rasional:
meningkatkan oksigen alveoli yang dapat memperbaiki atau menurunkan
hipoksemia jaringan.
3.
Pantau hasil analisa
gas darah, oksimetri
Rasional:
hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
4.
Berikan obat sesuai
indikasi: diuretik, brokodilator
Rasional:
menurunkan kongesti alveoli dan meningkatkan pertukaran gas, bronkodilator
meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas.
5.
Kolaborasi pemilihan
pemberian cairan.
Rasional:
cairan yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru.
|
3
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan :
- Tanda
vital stabil
- skala
nyeri 0-3
- klien
mengatakan nyeri berkurang atau hilang,
- klien
dapat rileks dan istirahat dengan tenang.
|
MANDIRI
1. Catat
sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri.
Rasional:
nyeri dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan beban kerja jantung.
2. Bantu
pasien membedakan nyeri bedah dan nyeri angina
Rasional:
nyeri angina memerlukan penanganan segera.
3. Berikan
posisi nyaman dan ajarkan tehnik relaksasi
Rasional:
posisi memberikan rasa nyaman.
4. Pantau
TTV
Rasional: HR
dapat meningkat sebagai respon dari nyeri.
5. Kolaborasi
pemberian analgesik
Rasional:
menurunkan nyeri, menurukan ketegangan otot dan meningkatkan penyembuhan.
|
Daftar Pustaka
Doenges,
M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC
Feriyawati,
L. 2005. CABG dengan Menggunakan Vena Saphenous, Arteri Mammaria Interna dan
Arteri Radialis. FK USU, diperoleh dari library.usu.ac.id/ download/ fk/
06001193.pdf tanggal, 12 Pebruari 2010
Muttaqin,
A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta. Salemba Medika.
Sethares,
K. 2008. Care of Patient Undergoing Cardiac Surgery dalam Moser & Riegel,
Cardiac Nursing; A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Philadelphia.
Saunders, an imprint Elsevier inc.
Smeltzer,
SC & Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar