Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis
A. Pengertian
Sirosis
Hepatis adalah penyakit kronis hati akibat tersumbat saluran empedu
serta pus sehingga timbul jaringan baru yang berlebihan yang tidak
berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut ( Brunner and Suddarth
).
Sirosis
Hepatis adalah Ditandai dengan adanya lokus peradangan ,daerah –daerah
yang beregenerasi dan penumpukan jaringan ikat yang di fus.
(www.google.co.id) tanggal 15 Juli 2007.
Sirosis
Hepatis adalah Penyakit hati yang di karakteriskan oleh gangguan
struktur dan perubahan degenerasi gangguan fungsi selular dan
selanjutnya aliran darah ke hati. ( Marillyn E. Doengoes 1999 )
Sirosis
Hepatis adalah Penyakit menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. ( Soeparman 1996 )
Dari
beberapa pengertian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa Sirosis
Hepatis adalah Penyakit kronis menahun ditandai dengan adanya gangguan
struktur hati yaitu timbulnya jaringan baru yang berlebihan dan tidak
saling berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut serta gangguan
aliran darah ke hati.
B. Patofisiologi
Etiologi
timbulnya Sirosis Hepatis melibatkan beberapa faktor penyebab yaitu
konsumen minuman alkohol,defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein
,Riwayat penyakit Hepatitis dan peradangan pada saluran empedu,
cholestasis kronik intra, obstruksi aliran vena hepatic ( gagal jantung
kanan ), kelainan metabolisme dan DM. Awal penyakit sirosis hepatis
adalah timbul peradangan hati , hati cenderung membesar menjadi keras
dan timbul nyeri di abdomen. Jika hal ini berlangung terus menerus
ukuran hati akan berkurang akibatnya timbul jaringan parut atau nekrosis
hati. Dengan adanya nekrosis hati akan terjadi peningkatan tekanan
vena vortal yang menimbulkan dilatasi pada vena tubuh bagian atas dan
ekstremitas bawah seperti vena esopage, vena para umbilikalis, vena
hemoroidalis sehingga darah akan mengalir dan berkumpul pada vena – vena
tersebut. Jika hal ini terus berlanjut maka vena-vena tersebut akan
pecah dan terjadi pendarahan atau varises esofagus, hemoroid, Kaput
modusa atau penonjolon umbilikalis.
Adanya gangguan aliran darah balik vena tersebut maka dapat timbul tanda & gejala yaitu:
1). Secara manifestasi dini seperti demam,nyeri timbul atau perasaan berat pada
kuadran kanan atas ( 50 % penderita ), hati keras dan mudah teraba, mual,
muntah dan tidak nafsu makan, penurunnan berat badan, kelemahan, diare,
konstipasi.
2). Manifestasi lanjut seperti kegagalan sel hati dan hpertensi vorta.
Serta terjadi penurunan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak di hati
yang dapat menimbulkan ascites, splenomegali, hidrothork, edema, ikterus,
anemia serta feces berwarna pecat, perdarahan,impotensi, spide naevi, eritema
palmalis,ginekomastia. Jika penyakit ini terus berlanjutakan menimbulkan
komplikasi seperti Perdarahan gastrointestinal, hipertensi portal meimbulkan
varises oesopagus, koma hepatikum, ulkus peptikum, karsinoma
hepatosellural, infeksi, ensephalopati hepatika, ascites dan kematian.
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien Sirosis Hepatis didasarkan pada gejala yang ada . ( Menurut Brunner and Suddarth 1999 dan Soeparman 1996 ).
1. Medis
a. Antasid : Untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan perdarahan gastroentestinal.
b.
Vitamin & Suplemen nutrisi : Akan meningkatkan kesembuhan pada
sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi klien.
c. Preparat diuretik : Mempertahankan kalium (spironolaktum) untuk mengurangi ascites.
d. Preparat anti inflemasi ( Colchicine ) : Untuk mengobati gejala out.
e.
Untuk pendarahan esofagus pemberian cairan dekstrose atau salin.Bila Hb
dibawah 9 gr % dan transfusi darah secukupnya. Vasopresin 2 amp 0.1 gr
dalam D5 % selama 4 jam.
f.
Pada klien esophalopati koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia, mengurangi protein berikan DH I. Aspirasi cairan pada
lambung yang mengalami pendarahan pada varises esopagus, dilakukan
klisma untuik mengurangi absorpsi bahan nitrogen dan pemberian dhipalae
2x2 sendok makan. Pemberian neomisin peroral dan untuk sterilisasi usus
dan pemberian antibiotik (Ampisilin atau Sefalosporin ).
Paracentesis : tergantung kondisi klien ( sesak nafas ) karena cairan asites mengandung albumin.
Diuretik : aldosteron, lasix.
2. Keperawatan
a. Mendukung istirahat dan kenyamanan
b. Mendukung asupan nutrisi dengan pemasangan NGT
c. Mencegah infeksi
d. Mencegah perdarahan
e. Menganjurkan klien untuk menghentikan penggunaan alkohol, obat-obatan dan merokok.
3. Diit
a. Diit asupan protein, kalori dan lemak ( DH II-IV ) bila ensephalopati protein dikurangi (DH I ) natrium.
b. Diit rendah garam 0,5 /hari dan total cairan 1.5 1/hari.
Ada beberapa macam tipe Sirosis Hepatis atau pembentukan jaringan parut dalam hati
1. Sirosis portal laenac ( Alkoholik,Nutrisional ) dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal .
2.
Sirosis pasca nekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3.
Sirosis billier, Adanya jaringan parut pada hati di sekitar saluran
empedu Sirosis billier terjadi akibat obstruksi billier yang kronis dan
infeksi.
D. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan sirosis hepatis menurut doengoes 1999.
1. Aktifitas / latihan
Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letergi, penurunan masa otot / tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat
gagal ginjal kronik, perikarditis, penyakit jantung reumatik kanker
(Malfungsi hati menimbulkan gagal hati )Disritmia,distensi vena abdomen.
3. Eliminasi
Flatus,
distensi abdomen (Hepatomegali, splenomegali, asites, Penurunan bising
usus feces warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
4. Makanan / cairan
Anorexia,tidak
toleran terhadap makanan / tak dapat mencerna, mual / muntah penurunan
berat badan atau peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk,
ikterik, nafas berbau keton / Feor hepatikus.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,, penurunan mental, perubahan mental, halusinasi, lambat bicara, asterik.
6. Nyeri / kenyamanan
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis perifer, perilaku hati-hati, pokus pada diri sendiri.
7. Pernafasan
Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas,hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, demam (Lebih umum pada Sirosis alkoholik) ikterik, ikimosis petikie,angioma spider .
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi, impoten, altrofi, testis, ginekosmatia, kehilangan rambut (dada bawah lengan, pubis ).
10. Penyuluhan / pembelajaran
Riwayat
penggunaan alkohol jangka panjang / empedu, hepatitis terpajan pada
toksin ,trauma hati, perdrahan GI atas, episode perdarahan varises
esopagus, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Pemeriksaan diagnostik
a. Skan / biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan, jaringan hati.
b. Kolesisitografi/ kolongiorafi : Memperlihatkan penyakit ductus empedu yang mungkin sebagai faktor predisposisi.
c. Eofagoscofi : Dapat menunjukan varises esofagus
d. Portografi transhepatitis perkutaneus : Memperlihatkan struktur sistem vena portal.
e. Billirubin serum : Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi / obstruksi bilier.
f. AST ( SGOT ) / ALT ( SGPT ) LDH : Menigkat karena seluler dan mengeluarkan enzim.
g. Alkalin fosfatase : Meningkat karena penurunan ekskresi
h. Albumin serum : Menurun karena penekanan sintesis
i.
Darah lengkap : Hb / Ht dan SD mungkin menurun karena pendarahan
kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi
besi leukopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
k. Masa protrombin / PTT : Memanjang ( Penurunan sintesis protrombin )
l. Anemia serum : Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah dari amonia.
m. BUN : Meningkat menunjukan kerusakan darah / protein menjadi urea.
n. Fibrinogen : Menurun.
o. Glukosa serum : Hipokalemia diduga mengganggu glikogenesis
p. Elektrolit : Hipokalemia menunjukan peningkatan aldosteron, meskipun berbagai ketidakseimbangan dapat terjadi.
q. Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorpsi vitamin D.
r. Pemberian nutrien : Defisiensi vit A, B12, C, K , asam folat dan besi.
s.
Urobilinogene urine : Ada / tidak ada. Bertindak sebagai penunjuk untuk
membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik dan obstruksi bilier.
t. Urobilinogene fekal : Menurunkan ekskresi
u. Foto sinar X pada abdomen
Untuk mengetahui ukuran hati, udara dan kista pada hati dan traktus billier, kalsifikasi hati dan aktifitas massif.
v. Radioisotop hati : Menunjukan guratan pada hati yang abnormal dan mengidentifikasi adanya massa pada hati.
w. Pemriksaan angiografi : Untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
E. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan berdasarkan analisa data menurut Doengoes 1999, Brunner and
Suddarth 2001 ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anorexia.
2. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan hipertensi portal sekunder terhadap Sirosis Hepatis
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap kelemahan.
4. Resiko tinggi terhadap take efektif pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
5.
Resiko tinggi terhadap proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologi sekunder terhadap peningkatan kadar amonia serum.
6. Resiko tinggi terhadap (hemoragi) cedera berhungan dengan hipertensi portal
7. Gangguan harga diri / citra tubuh berhubungan dengan perubahan peran fungsi
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
9.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
10. Resiko tinggi terhadap perdarahan berhubungan dengan hipertensi portal.
F. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan perencanaan dan evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan :
DX 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap Anorexia
Tujuan : kebutuhan nutri si terpenuhi
Kriteria evaluasi : 1) Bertambah berat badan, 2) Melaporkan peningkatan selera makan
3)
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi lebih lanjut, 4) Turut serta dalam
upaya memelihara oral hygiene, 5) Nilai laboratorium dalam batas normal.
Perencanaan : 1)
Timbang berat badan, 2) Berikan makan sedikit tapi sering, 3) Berikan
perawatan mulut sering dan sebelum makan, 4) Awasi periksaan
laboratorium,
5) Konsul ahli diet, 6) Berikan obat sesuai indikasi, 7) Berikan makanan halus,hindari makanan kasar sesuai indikasi.
DX 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang berlebihan
Tujuan : Menunjukan volume cairan yang stabil.
Kriteria evaluasi :
1) Memperlihatkan peningkatan haluaran urine, (2 Memperlihatkan
pengecilan lingkar perut, (3 Tanda –tanda vital dalam batas normal, 4)
Tidak ada edema
5) Mengikuti diit rendah natrium dan pembatasan cairan, (6 Hasil laboratorium dalam batas normal.
Perencanaan: 1)
Awasi tanda tanda vital, 2) Ukur lingkar abdomen, 3) Dorong untuk tirah
baring bila ada asites, 4) Awasi albumin serum dan elektrolit, 5)
Timbang berat badan, 6) Batasi asupan natrium dan cairan, 7) Berikan
diuretik, 8) Ukur masukan dan haluaran, 9) Berikan albumin sesuai
indikasi.
DX 3 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan asites
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Kriteria evaluasi :
1) Memperlihatkan turgor kulit normal pada ekstremitas, 2) Tidak ada
luka dikulit, 3) Tidak ada edema dan tidak ada perubahan warna kulit, 4)
Menunjukan prilaku / tehnik untuk merncegah kerusakan kulit,
Perencanaan : 1) Ubah posisi
dengan sering dan latihan rentang gerak pasif / aktif, 2) Tinggikan
ekstremitas, 3) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan, 4) Berikan
perawatan kulit dengan lotion.
DX 4 : Resiko tinggi terhadap take efektif pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola pernafasan efektif
Kriteria evaluasi : 1) Tidak edema, 2) nilai GDA dalam batas normal, 3) Tanda-tanda vital dalam batas normal, 4) Tidak ada sianosis.
Perencanaan : ) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, 2) Ubah posisi dengan sering
3)
Selidiki perubahan tingkat kesadaran, 4) Berikan oksigen tambahan, 5)
Siapkan untuk prosedur parasintetis / pirauperitoneovena, 6)Auskultasi
suara nafas, catat crakles,wheezing / ronchi.
DX 5 : Resiko tinggi terhadap hemoragi cedera berhubungan dengan hipertensi portal
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria evaluasi : 1)
Tidak menunjukan adanya perdarahan, 2) Nilai laboratorium dalam batas
normal (Hb,Ht ), 3) Tanda tanda vital dalam batas normal, 4) Haluaran
urine dalam batas normal, 5) Tidak ada memar dan hematom
Perencanaan : 1) Observasi warna dan konsistensi feces, 2) Awasi tanda – tanda vital
3)
Observasi adanya pechie,perdarahan dan ekimosis, 4) Awasi nilai
laboratorium (Hb,Ht ), 5) Berikan obat sesuai indikasi, 6 ) catat adanya
perubahan mental / tingkat kesdaran, 7) Sarankan untuk memakai sikat
gigi yang lembut. 8) Hindarkan pengguanaan obat yang mengandung aspirin.
DX
6 : Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologis sekunder terhadap penigkatan kadar amonia serum
Tujuan : Perebaikan status mental / orientasi dengan kenyataan.
Kriteria evaluasi : 1)
Kadar amonia dalam batas normal, 2) Orientasi terhadap waktu,tempat
dan orang, 3) Pola tidur normal, 4) Mempertahankan / menunjukan
perhatian terhadap aktivitas di lingkungan
Perencanaan : 1)
Observasi perubahan perilaku dan mental, 2) Catat adanya ikterik, 3)
Orientasikan kembali pada tempat,waktu dan orang, 4) Pertahankan
kenyamanan , berikan lingkungan yang tenang, 5) Pertahankan tirah
baring, 6) Awasi laboratorium seperti amonia,PH,BUN,GDS,DL, 7) Berikan
oksigen tambahan dan obat sesuai indikasi
DX 7 : Gangguan harga diri / citra tubuh berhubungan dengan perubahan peran fungsi
Tujuan : Mempertahankan citra tubuh
Kriteria evaluasi : 1)
Menyatakan akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada, 2)
Mengidentifikasi perasaan dan metoda koping terhadap persepsi diri
negatif
Perencanaan : 1)
Diskusikan situasi / dorong pernyataan takut, 2) Dukung / berikan
perawatan dengan positif, 3) Dorong keluarga untuk berpartisifasi pada
perawatan, 4) Rujuk ke pelanyanan konselor, 5) Kaji koping klien
dan keluaraganya terhadap perubahan penamplan.
DX 8 : Kurang
pengetahuan (Kebutuhan belajar )tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : Klien dan keluarga klien memahami melalui diskusi yang interaktif.
Kriteria evaluasi : 1)
Menyatakan pemahaman proses penyakit, 2) Menghubungkan dengan gejala
dengan factor penyebab, 3) Melakukan perubahan pola hidup dan
partisifasi dalam perawatan.
Perencanaan : 1)
Diskusikan pembahasan natrium, 2) Tekankan pentingnya nutrisi yang
baik, 3.) Berikan diit tertulis, 4) Instruksikan orang terdekat untuk
memberitahu pemberi perawatan akan adanya bingung, tidak rapi, tidur
berjalan, 5) Tekankan pentingnya menghindari alkohol.
Penatalaksanaan
Pelakasanaan menurut Patricia A.Potter ( 2005 ) adalah sebagai berikut:
1. Pengertian
Implementesi
adalah Kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan disesuaikan ( Patricia A. Potter 2005 )
2. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan menurut Patricia A.Potter (2005)adalah sebagai berikut :
a. Mengkaji ulang klien
Fase
pengkajian ulang terhadap komponen implementesi memberikan mekanisme
bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawataan yang
diusulkan masih sesuai.
b.
Menelah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada sebelum
memulai perawatan. Perawat menelah rencana asuhan dan membandingkannya
dengan data pengkajian untuk memvalidasi diagnosa keperawatan yang
dinyatakan dan menentukan apakah intervensi keperawatan yang paling
sesuai untuk situasi klinis saat itu. Jika status klien telah berubah
dan diagnosa keperawtan dan intervensi keperawatan harus
dimodifikasi.
Modifikasi rencana asuhan keperawatan yang telah ada mencakup beberapa langkah
1. Data dan kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien
2.
Diagnosa keperawatan direvisi diagnosa keperawtan yang tidak relevan
dihapuskan dan diagnosa keperawatn yang baru ditambahkan dan dibri
tanggal.
3. Metode implementasi spesifik direvisi untuk menghubungkan dengan diagnosa keperawatan yang baru dan tuuan klien yang baru.
4.
Perawat mengevaluasirespon klien terhadap tindakan keperawatn jika
respon klien tidak konsisten dengan hasil yang diharapkan diperlukan
revisi lebih lanjut terhadap rencana asuhan .
c. Mengidentifikasi bidang bantuan
Benerapa
situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari bantuan seperti
tambahan tenaga,pengetahuan atau ketrampilan keperawatan.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Metoda untuk mencapai tujuan asuhan keperawatn yang terdiri dari :
1. Membantu dalam melakukan aktivatas kehidupan sehari-hari
2. Mengkonsulkan dan menyuluh klien dan keluarganya
3. Memberi asuhan keperawatan langsung
4. Mengawasi dan mengevaluasi
e. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan
Intervensi
keperawatandikomunikasikan secara verbal ketika dituliskan ,intervensi
keperawatan dipadukan kedalam rencanaasuhan keperawatan dan catatan
medis klien.
Sete;lah
intervensi diterapkan respon klien terhadap pengobatan dixcatatkan pada
lembar catatan yang sesuai . Informasi ini biasanya mencakup diskripsi
singkat tentang pengkajian kepearwatan ,prosedur spesifik dan respon
klien.
Evaluasi
Evaluasi menurut Patricia A. Potter (2005 )
Evaluasi
adalah membandingkan data subjek dan objek yang dikumpulkan dari
klien,perawat lain,dan keluarga untukmenentukan tingkat keberhasilan
dalam memenuhi hasil yang diharapkan yang ditetapkan selama perencanaan.
Langkah-langkah
evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatn dan kemajuan klien kearah tujuan . Tujuan asuhan
keperawatan untuk membantu klien menyelesaikan masalah kesehatan
aktual,mencegah kekambuhan darimaslah potensialdan mempertahankan status
sehat.Evaluasiterhadap asuhan menetukan apakah tujuan ini telah
terlaksana.
Aspek
lain darievaluasi mencakuppengukuran kwalitas asuhan keperawatan yang
diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan. Ada tiga tipe
indikatorkwalitas yaitu Struktu , proses dan hasil. Evaluasi kapan saja
perawat berhubungan dengan klienpenekananya kepada hasil klien.
Jenis-jenis evaluasi
1. Evaluasi perawatan
Pemantauan indikatorkwalitas mengevaluasi apakah proses yang secara spesifikditetapkan mencapai hasilyang di inginkan
2. Pemecahan masalah
Setelah
mengevaluasi factor-factor pemberat pada masalah kwalitas staf
mengembangkan rencana tindakan untukmemperbaiki proses dan hasil yang
diharapkan.
3. Evaluasi perbaikan
Setelah menerapkan suatu rencan tindakan untuk meningkatkan kwalitas keperawatanstaf harus mengevaluasi keberhasilan rencana.
4. Komunikasi hasil
Hasil dari aktivitas Q1 harus di komunikasikan pada staf disemua bagian organisasi yang sesuai.
Dokumentasi
didefenisikan sebagai salah satu yang tertulis/teratur untuk diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.Catatan
medis harus mendiskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang
komfrehensif juga diberikan untuk perawatan klien.
Beberapa
tipe pencatatan yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi
tentang klien. Catatan mendasar mengandung informasi berikut
identifikasikan klien dan data demografi klien , surat izin untuk
pengobatan dan prosedur,riwayat keperawatan saat masuk, diagnosa
keperawatan , rencana asuhan keperawatan, Catatan tentang tindakan
asuhan keperawatan,dan evaluasi keperawatan, riwayat medis,diagnosa
medis,pesanan theraupetik , catatan perkembangan medis dan disiplin
kesehatan , laporan tentang pemeriksaan fisik,laporan tentang
diagnostik,ringkasan tentang proseduroperatif,rencana pemulangan dan
ringkasan pemulangan.
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Sirosis
hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer
dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati
kronik yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh
lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang
tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Willson, 2005, hal
: 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang
dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi,
gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati (Doenges,
dkk, 2000, hal: 544).
B. ETIOLOGI
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
a.
Sirosis portal Laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis.
b. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan
parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang
terjadi sebelumnya.
c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan
parut terjadi di dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat
obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
1. Etiologi yang diketahui penyebabnya :
- Hepatitis virus B dan C.
- Alcohol.
- Metabolic.
- Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatic.
- Obstruksi aliran vena hepatic.
- Gangguan imunologis hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
- Toksik dan obat INH, metilpoda.
- Operasi pintas usus halus pada obesitas.
- Malnutrisi, infeksi seperti malaria.
2. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya :
- Sirosis yang tidak dikethui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/heterogenous.
C. PATOFISIOLOGI
Minuman yang mengandung alkohol, zat kimia
(tetraklorida, naftalon, terklorinasi, arsen atau fosfor)
Adanya kapilerisasi Membentuk ekstraseluler matriks Pembengkakan pada
(ukuran pori seperti yang mengandung kolagen, hati
endotel kapiler) glikoprotein, dan proteglikans
(dibentuk oleh sel stellata)
Terjadinya penekanan pada banyak Mengganggu proses
vena di hati aliran darah ke sel
hati
Hipertensi porta
Sel hati mati
Asites Banyaknya fungsi hati yang
Varises gastrointestinal rusak
Edema gagal hati kronis
D. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit
sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang
intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis
hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat
dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula glisoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila
dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi portal dan asites. Semua darah dari organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Pasien juga
cenderung menderita dyspepsia kronis atau diare. Berat badan pasien
secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein
dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Splenomegali
juga terjadi. Jaring-jaring telangi ektasis, atau dilatasi arteri
superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering
dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises gastrointestinal. Edema, gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
E. KOMPLIKASI
Bila
penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis,
prognosis, dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :
a.
Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema Palmaris,
atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
b.
Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh
vena esophagus/cardia, caput medusa, hemoroid, vena kolateral dinding
perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa :
- Asites.
- Ensefalopati.
- Peritonitis bacterial spontan.
- Sindrom hepatorenal.
- Transformasi kea rah kanker hati primer (hepatoma).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
b.
Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk
berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam
serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c.
Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang
dan menghadapi stress.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini
penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila
CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.
e. Kadar
elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam
diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
f. Pemeriksaan marker
serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan
etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting
dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.
2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
b. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
c. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
G. PENATALAKSANAAN
Terapi
dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada
fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka
panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan control yang teratur, istirahat yang cukup, susunan TKTP.
2.
Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti : alcohol, dan
obat-obatan lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alcohol akan
mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis, dihentikan
pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi
(desperioxamine). Dilakukan vanaseksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama
setahun. Pada penyakit willson (penyakit metabolic yang diturunkan)
diberikan D-penicilamine 20 mg/kg BB/hari yang akan mengikat kelebihan
cuprum, dan menambah ekskresi melalui urine. Pada hepatitis kronik
autoimun diberikan kortikosteroid, pada keadaan lain dilakukan terapi
terhadap komplikasi yang timbul.
a. Untuk asites, diberikan diet
rendah garam 0,5 g/hari dan total cairan 1,5 L/hari. Spirolakton dimulai
dengan dosis awal 4 x 25 mg/hari dinaikkan sampai total dosis 800 mg
sehari, bila perlu dikombinasi dengan furosemid.
b. Perdarahan
varises esophagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan saluran
cerna. Pertama melakukan pemangan NGT, disamping melakukan aspirasi
cairan lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/menit
atau Hb 9 g% dilakukan pemberian dekstrosa/salin dan tranfusi darah
secukupnya. Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 %
atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali. Dilakukan
pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises. Dapat
dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata
perdarahan berasal dari pecahnya varises. Operasi pintas dilakukan pada
child AB atau dilakukan transeksi esophagus (operasi Tannerso). Bila
tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat
probe. Bila tidak tersedia fasilitas diatas, untuk mencegah rebleeding
dapat diberikan propanolol.
c. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi
factor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan
lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan
klisma, pemberian neomisin per oral. Pada saat ini sudah mulai
dikembangkan transplantasi hati dengan menggunakan bahan Cadaveric
Liver.
d. Terapi yang diberikan berupa antibiotic seperti cefotaxime 2 g/8 jam I.V. amoxicillin, aminoglikosida.
e.
Sindrom hepatorenal/nefropati hepatic, terapinya adalah imbangan air
dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian
antibiotic, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra
hati-hati untuk memperbaiki aliran vena cava, sehingga timbul perbaikan
pada curah jantung dan fungsi ginjal.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada sirosis hepatis adalah sebagai berikut:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan/Kriteria Hasil: Status nutrisi baik.
Intervensi:
- Kaji intake diet, ukur pemasukan diet, timbang BB tiap minggu.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
- Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
- Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan cultural.
Rasional
: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
- Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan makanan lunak.
Rasional : Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan system pencernaan.
- Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
Rasional
: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah.
- Berikan obat sesuai dengan indikasi : tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan enzim pencernaan.
Rasional
: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan vitamin A, B komplek, D dan K,
juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.
- Kolaborasi pemberian antiemetic.
Rasional : Untuk menghilangkan mual/muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan/Kriteria hasil : peningkatan energy dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
- Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
- Berikan suplemen vitamin (A, B komplek, C dan K).
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
- Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
- Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan/Kriteria hasil : Integritas kulit baik.
Intervensi :
- Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrient dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
- Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
- Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
Rasional
: Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya
retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
- Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.
Doenges,
Marilynn E, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Tjokonegoro, dkk. (1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. FKUI. Jakarta.
Price, Sylvia A, dkk. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. FKUI. Jakarta.